Selasa, 09 November 2010

Kasus Enron



Kasus kegagalan audit berskala besar yang terjadi di Amerika Serikat, seperti kasus yang menimpa Enron, telah menimbulkan kembali skeptisisme masyarakat mengenai ketidakmampuan profesi akuntan dalam menjaga independensi. Koroy (2005) mengemukakan bahwa independensi akuntan mendapat sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor ketika berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal menjalankan perannya sebagai auditor independen. Auditor dalam dua dekade belakangan ini dipandang justru bertindak melayani atau menjadi bersikap secara advokasi bagi klien (lihat juga Schuetze, 1994).
Bazerman et al., (1997) mengemukakan bahwa upaya mencapai independensi adalah
mustahil, dan pendekatan-pendekatan profesi auditing yang ada sekarang ini adalah naif dan tidak realistis. Kerangka audit yang ada mengimplikasikan tujuan independensi yang mencoba
menghilangkan bias oleh auditor sehingga dapat mencapai objektivitas.
Bazerman et al., (1997) mengemukakan bahwa seringkali akuntan bersifat subjektif dan
ada hubungan yang erat antara kantor akuntan publik (KAP) dan kliennya. Auditor yang paling
jujur dan cermat sekalipun akan secara tidak sengaja mendistorsi angka-angka sehingga dapat
menutupi keadaan keuangan yang sebenarnya dari suatu perusahaan. Munculnya pandangan skeptis terhadap profesi akuntan publik memang beralasan karena cukup banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi justru mengalami kebangkrutan setelah opini tersebut dikeluarkan.
Misalnya, seperti kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur Andersen di Amerika Serikat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan.
Satu dampak yang sangat jelas pada saat kasus Enron yaitu para investor yang merugi
karena nilai saham Enron yang ambruk sangat dramatis. Hal tersebut disebabkan manajemen Enron yang telah melakukan window dressing dengan memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya tampak baik. Bahkan, pendapatan di-mark-up sebesar US$ 600 juta,
dan utang senilai US$ 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron,
Arthur Andersen kantor Huston, disalahkan karena ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sehingga Sherron Watskin,
salah satu eksekutif Enron yang tidak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai melaporkan
praktik tidak terpuji tersebut.
Kontroversi yang lain yaitu mundurnya beberapa eksekutif terkemuka Enron dan "dipecatnya" sejumlah rekan (partner) Andersen. Selain itu, kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma
audit Arthur Andersen juga ikut terungkap. Karena masalah tersebut, Arthur Andersen harus berjuang keras menghadapi berbagai tuduhan, bahkan berbagai tuntutan di pengadilan.
Diperkirakan tidak kurang dari $ 32 miliar harus disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron yang merasa dirugikan karena audit yang tidak benar (Said, 2002).
 
Dikutip dari “Pengaruh Pengalaman  Audit Terhadap Pertimbangan Auditor dengan Kredibilitas Klien Sebagai Variabel Moderating” Tesis karya Budi Susetyo, 2009

Ulasan kasus Enron ditinjau dari segi Etika Profesi adalah sebagai berikut.
Berdasarkan penggalan tesis karya Budi susetyo tersebut, dapat diterangkan beberapa hal yang mempengaruhi kepercayaan masyarakat atas profesi akuntan. Dari segi etika profesi akuntan dapat dilihat bahwa KAP Arthur Andersen selaku Auditor perusahaan Enron, telah melanggar kode etik akuntan. Mengacu pada kode etik akuntan Indonesia, pelanggaran tersebut diantaranya meliputi pelanggaran terhadap sebagai berikut.
1.      Tanggung Jawab Profesi
Akuntan public yang bersangkutan sudah tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang professional.
2.      Kepentingan Publik
Akuntan public yang bersangkutan sudah tidak menghormati kepercayaan yang telah diberikan oleh public dengan tidak memberikan informasi yang sebenarnya dibutuhkan public.
3.      Integritas
Akuntan public yang bersangkutan sudah tidak memegang teguh kejujuran yang harusnya ia jaga demi menghormati kepercayaan piblik.
4.      Objektivitas
Akuntan public yang bersangkutan sudah tidak bebas dari benturan kepentingan dengan tanggung jawab profesionalnya.
 
         Selain itu, Akuntan public yang bersangkutan mengesampingkan nilai-nilai moral dalam masyarakat dengan tidak berbuat jujur dan adil dalam melaksanakan profesinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda boleh berkomentar hanya atas dasar keilmuan dan dengan tujuan keingintahuan, tukar pendapat, dan alasan lainnya