Kasus kegagalan audit berskala besar yang terjadi di
Amerika Serikat, seperti kasus yang menimpa Enron, telah menimbulkan kembali
skeptisisme masyarakat mengenai ketidakmampuan profesi akuntan dalam menjaga
independensi. Koroy (2005) mengemukakan bahwa independensi akuntan mendapat
sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor ketika berhadapan dengan klien
yang dipersepsikan gagal menjalankan perannya sebagai auditor independen.
Auditor dalam dua dekade belakangan ini dipandang justru bertindak melayani
atau menjadi bersikap secara advokasi bagi klien (lihat juga Schuetze, 1994).
Bazerman et al., (1997) mengemukakan bahwa upaya
mencapai independensi adalah
mustahil,
dan pendekatan-pendekatan profesi auditing yang ada sekarang ini adalah naif
dan tidak realistis. Kerangka audit yang ada mengimplikasikan tujuan
independensi yang mencoba
menghilangkan
bias oleh auditor sehingga dapat mencapai objektivitas.
Bazerman et al., (1997) mengemukakan bahwa
seringkali akuntan bersifat subjektif dan
ada
hubungan yang erat antara kantor akuntan publik (KAP) dan kliennya. Auditor
yang paling
jujur
dan cermat sekalipun akan secara tidak sengaja mendistorsi angka-angka sehingga
dapat
menutupi
keadaan keuangan yang sebenarnya dari suatu perusahaan. Munculnya pandangan
skeptis terhadap profesi akuntan publik memang beralasan karena cukup banyak
laporan keuangan suatu perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian,
tetapi justru mengalami kebangkrutan setelah opini tersebut dikeluarkan.
Misalnya, seperti kasus Enron yang melibatkan KAP
Arthur Andersen di Amerika Serikat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan
investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan.
Satu dampak yang sangat jelas pada saat kasus Enron
yaitu para investor yang merugi
karena
nilai saham Enron yang ambruk sangat dramatis. Hal tersebut disebabkan
manajemen Enron yang telah melakukan window
dressing dengan memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya
tampak baik. Bahkan, pendapatan di-mark-up
sebesar US$ 600 juta,
dan
utang senilai US$ 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron,
Arthur
Andersen kantor Huston, disalahkan karena ikut membantu proses rekayasa
keuangan tingkat tinggi itu. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun,
sehingga Sherron Watskin,
salah
satu eksekutif Enron yang tidak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai
melaporkan
praktik
tidak terpuji tersebut.
Kontroversi yang lain yaitu mundurnya beberapa
eksekutif terkemuka Enron dan "dipecatnya" sejumlah rekan (partner)
Andersen. Selain itu, kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen
lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma
audit
Arthur Andersen juga ikut terungkap. Karena masalah tersebut, Arthur Andersen
harus berjuang keras menghadapi berbagai tuduhan, bahkan berbagai tuntutan di
pengadilan.
Diperkirakan tidak kurang dari $ 32 miliar harus
disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron
yang merasa dirugikan karena audit yang tidak benar (Said, 2002).
Dikutip dari “Pengaruh Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor dengan Kredibilitas
Klien Sebagai Variabel Moderating” Tesis karya Budi Susetyo, 2009
Ulasan kasus Enron ditinjau dari
segi Etika Profesi adalah sebagai berikut.
Berdasarkan penggalan tesis karya Budi susetyo
tersebut, dapat diterangkan beberapa hal yang mempengaruhi kepercayaan
masyarakat atas profesi akuntan. Dari segi etika profesi akuntan dapat dilihat
bahwa KAP Arthur Andersen selaku Auditor perusahaan Enron, telah melanggar kode
etik akuntan. Mengacu pada kode etik akuntan Indonesia, pelanggaran tersebut
diantaranya meliputi pelanggaran terhadap sebagai berikut.
1.
Tanggung Jawab Profesi
Akuntan public yang
bersangkutan sudah tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang
professional.
2. Kepentingan
Publik
Akuntan
public yang bersangkutan sudah tidak menghormati kepercayaan yang telah
diberikan oleh public dengan tidak memberikan informasi yang sebenarnya
dibutuhkan public.
3. Integritas
Akuntan
public yang bersangkutan sudah tidak memegang teguh kejujuran yang harusnya ia
jaga demi menghormati kepercayaan piblik.
4. Objektivitas
Akuntan
public yang bersangkutan sudah tidak bebas dari benturan kepentingan dengan
tanggung jawab profesionalnya.
Selain itu, Akuntan public yang
bersangkutan mengesampingkan nilai-nilai moral dalam masyarakat dengan tidak
berbuat jujur dan adil dalam melaksanakan profesinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda boleh berkomentar hanya atas dasar keilmuan dan dengan tujuan keingintahuan, tukar pendapat, dan alasan lainnya